Selasa, 29 November 2011

Tamu

      Setiap orang datang dan pergi seperti tamu dalam hidup kita. Ada yang pergi kemudian kembali, ada yang pergi tak pernah kembali. Ada yang pergi karena masa waktunya di dunia telah usai, ada yang pergi karena mereka tak sayang kita lagi, ada yang pergi karena mereka tak membutuhkan kita lagi, dan ada yang pergi karena mereka terlalu menyayangi kita. Sedih??Terpuruk??menangis??itu adalah hak kamu, hak kita. Menangislah,,menangis,,sesuatu yang wajar pada manusia, makhluk berhati dan berperasaan. Menangislah agar kamu lega,,menangislah pada perpisahan. Tapi setelah itu, kuat lah kembali,tegak kembali, beritahu pada dunia bahwa kamu baik-baik saja, bahwa kamu masih punya harapan, bahwa kamu bersyukur pada semua yang telah terjadi, bersyukur bahwa Tuhan tak pernah lalai mendampingi kita.    
      Kita tak punya hak pada tamu-tamu tersebut, tamu-tamu tersebut kepunyaan Tuhan. Kita hanya dititipi, kita hanya disinggahi, entah sekarang ataupun nanti tamu-tamu tersebut akan kembali pulang. Seperti halnya harta, tapi mereka lebih berarti beratus-ratus kali lipat dibandingkan harta, ketika Tuhan mengambilnya kembali kita hanya mampu pasrah, kita hanya mampu ikhlas, dan kita hanya mampu mendoakan. Menangislah,,silahkan menangis jika memang terlalu sakit rasa kehilangan itu, tidak ada yang salah dengan menangis, tidak ada yang salah dengan air mata yang keluar, itu adalah bentuk kasih sayang, itu adalah wujud kecintaanmu pada sesama. Tapi jangan pernah menyesali hidup, jangan pernah menyesali apa yang telah terjadi. Karena masih banyak tamu yang mengantri untuk membahagiakanmu, untuk merangkulmu, tamu yang disediakan Tuhan untuk menemanimu.
     Ketika kamu tak sanggup berdiri lagi, ketika kamu tak mampu menatap ke depan lagi. Ada banyak uluran dan genggaman tangan yang hendak membantumu kuat, membantumu berdiri, dan memapahmu untuk berjalan ke depan. Menangis,,,menangislah sekencang-kencangmu sekarang,,dan kuat lah kembali esok hari, tegarlah kembali ketika matahari datang menjemputmu. Dan ajarkan aku ketabahan, kesabaran, keikhlasan, dan ketegaran ketika aku mengalami fase sepertimu suatu saat nanti, ketika seseorang yang kucintai dan kusayangi diambil kembali oleh Sang Penguasa Hidup.


Secangkir Kopi Susu

        Merasa hidup begitu kelabu seperti petang?,,atau begitu gelap seperti malam yang menyerang tanpa bulan?ataukah hanya kita saja yang lupa untuk sedikit membuka mata, mencoba untuk memberi nilai lebih pada semua yang lalu lalang di setiap setapak jalan hidup kita?karena hidup seperti kombinasi bubuk kopi,butiran gula, dan susu cair. Menyeruput secangkir kopi susu, harus diaduk dengan rata terlebih dahulu agar  bisa merasakan kombinasi ketiganya, nikmat dengan sedikit pahit. Lalai mengaduk kopi susu, kamu akan merasakan manis di permukaan tapi ada endapan pahit di dasar cangkir, sangat pahit . Bagaimana jika kita pun mencoba mengaduk semua kombinasi rasa yang muncul dalam hidup kita??agar yang pahit tak terasa pahit yang berlebihan,tapi pahit yang nikmat.
        Ketika kamu harus bersusah payah untuk memperoleh sekoin receh atau selembar uang, tapi tak juga kamu dapatkan sekoin receh atau selembar uang, peluh sudah mencapai ubun-ubun, deadline pembayaran biaya pendidikan tinggal menunggu jam, tagihan rumah sakit bapak semakin menumpuk. Ketika rasa cinta dan sayangmu kepada seseorang tiba-tiba diabaikan, ditinggalkan, dan kamu harus kembali menjajaki lantai dengan kedua telapak kakimu sendiri, tak ada lagi yang menopangmu untuk berbagi sedih dan bahagia, tak ada lagi dia yang dulu ikut merasakan bebanmu sehingga terasa ringan. Ketika bapak dan ibu memutuskan untuk berjalan tidak beriringan lagi, tak ada lagi bapak dan ibu dalam satu atap, dalam satu kasih, yang ada perselisihan antara mantan istri dan mantan suami. Ketika nyawa bapak atau ibu sebagai kepanjangan tangan Tuhan untuk membesarkanmu tanpa pamrih, pun telah diambil kembali oleh Tuhan, tak ada lagi kenyamanan dalam lingkaran tangan bapak atau ibu. Kamu merasa hidup tidak adil??Tuhan tidak adil??atau sebenarnya kita lah yang tak pernah adil pada Tuhan dan pada hidup yang telah Dia berikan pada kita?
        Saat berada di kuadran atas roda hidup kita, seringkali amnesia untuk menyempatkan sedikit kata syukur pada Tuhan, kita melupakan Tuhan, tapi Tuhan tak pernah meninggalkan barang sedetik pun. Ketika kuadran di pindah ke sisi bawah roda hidup kita, kita mengeluh, kita menyesal, kita kesakitan, dan barangkali merasa ketidakadilan sangat besar terjadi dalam hidup kita, Tuhan pun tetap tak pernah pergi darimu. Tuhan hanya ingin menyeimbangkan hidup kita, seperti secangkir kopi susu. Penderitaan dan kesakitan adalah hal lumrah agar kita dapat menghargai dan mensyukuri kebahagiaan, mengajarkan kita untuk menjadi dewasa. Tuhan adil, hidup adil, dan selalu adil, memberi kombinasi penderitaan, kebahagiaan, kesulitan, kemudahan, kesedihan, dan kesenangan. 
      Sesungguhnya kita tak perlu melawan dan membenci hidup apapun bentuk dan wujudnya, tapi kita hanya butuh untuk merasakan, bersahabat, dan memperjuangkan hidup demi kebaikan pribadi, keluarga, dan orang-orang sekitarmu. Tersenyum dan bersinarlah meskipun ribuan ton atau lebih beban sedang kamu sangga, pundakmu mungkin hampir lumpuh,tapi Tuhan tak pernah meninggalkanmu, Dialah yang turut meringankan beban itu. 
Jadi inilah waktunya merasa bahwa gelap saat ini seperti peristiwa gerhana matahari total yang sebentar lagi akan terang kembali, Petang akan disambut segera oleh subuh, dan secangkir kopi susu yang telah diaduk sempurna siap untuk dihirup aromanya dan diteguk cairannya. Tersenyum dan bersyukurlah pada apapun yang berlalu lalang dalam jalan hidup kita.
~a big grateful to my God, Allah SWT~ 


Dear: Wanita

         Wanita merupakan bentuk penciptaan Tuhan yang sempurna. "Wanita bukan dari tulang ubun ia diciptakan karena begitu berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja. Bukan pula dari tulang kaki, karena tak pantas ia dihina dan disakiti. Tapi dari rusuk kiri, dekat ke hati untuk dicintai, dekat ke tangan untuk dilindungi " (Agar Bidadari Cemburu padamu, Salim A.Fillah). Kesempurnaan dan keagungan wanita bukan untuk memanipulasi dan memanfaatkan setiap lawan jenis, tapi sebagai kado berharga bagi agama, bagi suami, dan bagi keluarga. Kelembutan dan kelemahannnya bukan untuk memudahkan lawan jenis mencicipinya, menyakitinya, atau menghinanya, tapi untuk menghiasi dunia dengan keindahan akhlak, ketenteraman hati, dan kesejukan iman. 
        Dear wanita, anugerah kecantikan bukan untuk dihargai dengan materi, jangan jadi murah hanya untuk kebutuhan dunia semata. Jangan dengan kesempurnaan fisik, direnggutnya hati lawan jenis dan dibuang semena-mena tanpa belas kasihan. Apa yang kita tanam, Itulah yang akan kita panen suatu hari nanti. Apa yang kita beri, itulah yang akan kita terima suatu saat nanti. Semoga sedikit intropeksi ini, bisa memperbaiki hakikat keagungan kita sebagai wanita. Mari belajar menjadi lebih baik dari sekarang,,untuk wanita.


Rumah

       Mungkin tak semewah istana atau rumah tetangga. Barangkali tiap kali musim hujan berkunjung, begitu banyak ember berceceran di bawah atapnya. Tak ada cat putih mulus di dinding, hanya dinding semen yang kasar, bahkan terkadang menggores kulit ketika bergesekan terlalu kuat. Tapi di rumah inilah aku tumbuh,,di rumah inilah aku ditempa jadi manusia yang kuat.

        Mungkin lebih mirip gudang daripada rumah, kosong dengan barang seadanya. Ketika malam mengusir senja, cahaya di tiap ruangan redup atau bahkan bohlamnya telah mati dan tak ada yang sadar. Televisi butut yang seumuran dengan usiaku,tak ada remot kontrol, beberapa tombolnya telah hilang entah kemana, bersemut ketika dinyalakan, akhirnya sekarang pensiun dan hanya jadi barang pajangan di salah satu sisi ruangan. Lemari es yang pintunya bisa dibawa kemanapun karena telah copot,hahahaha,bahkan tak sembarang orang boleh membuka lemari es ini,takut pintunya tidak bisa nempel lagi. Kompor gas hibah dari pemerintah jadi barang paling mewah di sisi dapur. Tak ada sepeda motor bahkan mobil, ayah dan ibu lebih menginginkan foto anak-anaknya memakai toga yang hadir di sana. Tapi di rumah inilah aku dibesarkan,,di rumah inilah kami mentransfer kasih sayang dengan tulus.

      Siang menerkam,,gerahnya tanpa ampuuun. Kipas angin memberi suntikan sedikit angin,lumayan untuk mengurangi evaporasi atau gutasi keringat dari pori-pori kulit. Malam menyayat,,dingin menerobos masuk melalui kisi-kisi jendela yang tak pernah tertutup,,menembus lubang-lubang genteng yang kurang rapat. Tapi di sini kami berbagi angin,,di sini kami berbagi selimut,,di sinilah aku dikenalkan tentang berbagi atau barangkali mengalah.Sebentuk rumah yang tak sempurna,,tapi selalu sempurna bagiku,,bagi pertumbuhan jiwaku,,bagi bapak,,bagi ibu,,dan bagi kakakku. Rumah yang saat ini kurindukan,,rumah yang ingin kusapa tapi tak terjangkau oleh jarak dan waktu. Angin titip salam untuk rumah itu, titip salam untuk seluruh isinya,,sampaikan bahwa aku merindukan merekaaaaaa,,sangat rinduuuuu 

My dad
My mom

Jumat, 09 September 2011

Mengusung Harapan

            Cuaca sangat terik hari ini, berada di bawah atap genteng pun tak mampu meredam terpaan suhu yang panas. heheheh entah hanya aku yang merasa atau memang semua orang di Joegja saat ini juga merasakan hal yang sama. Tergelitik untuk menulis dan sedikit bercerita, bukan untuk mengekspose sesuatu dalam hidupku, tapi hanya ingin mengurangi sedikit beban yang aku takutkan mampu mengurangi rasa syukurku kepada Tuhan. Kenapa aku tak bercerita saja pada sahabat-sahabatku atau kawan-kawanku?yaaah sulit mengawali cerita hidupku, bahkan untuk berdongeng kepada sahabat. lebih senang membiarkannya liar sendiri dalam pikiranku dan melakukan sesuatu untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Jadi, tulisan ini hanya mediaku untuk menawarkan sedikit beban agar langkahku ringan, agar beban tersebut tak jadi beban lagi dalam pundakku, tapi jadi sebuah pegangan untuk meraih mimpiku. semoga......
           Semester tujuh, memasuki tahun keempat dalam perkuliahanku dan teteng bengek kegiatan yang kulakukan serambi menuntut ilmu. Beberapa sahabat dan kawanku mungkin telah memahami betul bagaimana hidupku berjalan, bagaimana aku melalui kesulitan hidup demi kedua orang tuaku, oleh karena itu aku tak berani lagi banyak bercerita kepada mereka. aku hanya takut mereka bosan mendengar kisah hidup yang isinya hanya kesulitan semata. Tapi memiliki sahabat seperti mereka membuatku sangat bersyukur, mereka memberikan apa yang tidak bisa kudapat, mereka mengenalkanku banyak hal, mereka selalu mampu mengembangkan senyumku yang sering tertutupi mendung, mereka pandai membuatku amnesia tentang beratnya menjalani hidup, tanpa aku bercerita kepada mereka. 
        Tapi entah kenapa, aku selalu kesulitan utnuk bercerita kepada mereka, selalu kesulitan untuk menunjukkan bahwa terkadang aku capek dan ingin ada tempat menangis, selalu kesulitan untuk membiarkan mereka melihatku rapuh. Aku hanya pandai berpura-pura kuat, pandai berpura-pura tegar, kemudian di belakang pintu kamar aku akan menangis jika letih dan capek menerjang. Jangan tanyakan pula kemana orang spesialmu yang dulu selalu setia menopangmu saat kekuatanmu rapuh??tak ada lagi dia,,tak ada lagi siapapun,,mungkin saat ini dia telah menemukan sebab kebahagiaannya yang lain,,dan selama setahun ini aku telah mampu menempa keikhlasanku melepasnya ke dunia yang dia cari, dunia yang mampu membuatnya lebih bahagia. Tuhanlah yang saat ini dan selalu setia mendengarku bercerita tentang jalan yang terjal, yang dengan khidmat memperhatikan harapan dan keinginanku, dan menempatkan keadaan untuk kebaikanku di masa yang akan datang. 
       hidup telah menempaku dengan sangat hebat, bukan hanya sebatas hal kecil saja seperti patah hati, namun juga kehidupan ekonomi keluarga. dan saat ini, saat aku menulis huruf-huruf ini, aku sedang berada di puncak kecapaian yang tak terbendung lagi. ingin tidur sebentar dan mengalami amnesia sementara, ingin menanggalkan ragaku sebentar, sebentarrrrr saja, bolehkah Tuhan?. Kemudian ketika aku bangun kembali, aku berharap telah memperoleh kekuatanku lagi untuk menghadapi belokan dan tanjakan jalan hidup. tapi aku takut menjadi hamba yang tidak bersyukur, aku takut mendholimiMu, Tuhanku. aku tak ingin mengeluh,,tapi aku butuh bercerita dan mentransfer sedikit pegal dan kesal. Ampuni aku jika aku termasuk hambaMu yang lupa bersyukur Tuhan.
      Semoga setelah terbangun nanti, aku mampu memperoleh kekuatan untuk mewujudkan impian dan harapan kedua orang tuaku, karena demi mereka aku telah sampai di titik hidupku saat ini, karena demi kebahagiaan mereka aku melupakan semua keinginanku yang sebenarnya. semua untuk pengorbanan mereka, Tuhan.
Setiap jam 2 malam, bapak akan bangun dan menyeka wajahnya dengan air wudhu, berangkat ke rumahMu dan berharap putrinya ini menjadi wanita yang sukses dunia dan akhirat. menghabiskan seluruh tanah warisannya untuk pendidikanku dan kesuksesanku. memohon-mohon pinjaman utang ketika tak ada uang untuk pendidikanku. Dan satu hal yang aku takutkan adalah aku tak bisa menjadi apa yang mereka inginkan. hah...aku menangis sebentar,,,dan biarkan kuselesaikan ketakutan dan keletihanku saat ini.

"Tuhan, kau boleh tidak mewujudkan keinginanku, tapi tolong wujudkan keinginan mereka, keinginan kedua orang tuaku"
amin..

~memagut asa yang tercecer di Joegja~
10 September 2011

        
Rabu, 07 September 2011

25 Hari

Tuhan merancang 25 hari untukku

Kau tahu utk apa 25 hari itu?

25 hari itu
Tuhan mendekatkan teman lama seperti keluarga

25 hari itu
Tuhan memberikan saudara baru untuk berbagi suka n duka

25 hari itu
Tuhan membimbingku lewat tangan2 yg menuntun tanpa pamrih

25 hari itu
Tuhan mengenalkan kesederhanaan n kerendahan hati padaku

25 hari itu
Tuhan mengajak pengetahuan n pengalaman mendewasakan pikiranku

Dan d hari k-25
Tuhan melihat air mata kehilanganku ketika kaki hrs beranjak dr tempat ni

~Gondol,250811~








Kamis, 02 Juni 2011

Untuk Sahabat

Merasa sendiri
Kesepian dan ketakutan menjadi bagian yang selalu merampok ketenanganku
Menggigil dengan getaran yang tag mampu diredam oleh keramaian
tapi rangkulan kalian menarik keberanianku
mengusungku ke alam yang lebih luas
dan mengajakku berdamai dengan dunia




Merasa sedih
Kekecewaan dan keputusasaan memboikot begitu kencang
Hanya ingin menutup langkahku tentang masa depan
kemudian kalian mengiringi setapak jalanku
yang tak mungkin semulus aspal,,
menarikku kembali ke sebuah rel menuju masa depan,,
 Merasa bahagia
Kegembiraan yang membelaiku hingga aku terlupa
seperti Alzheimer yang menyusutkan sel otakku
terkadang aku pikun tentang kehadiran kalian
tapi kalian tak pernah pergi
meskipun kecewa
kalian tak pernah meninggalkanku
kalian turut berbahagia dengan tawa dan gembiraku


Kalian tidak menurunkan gen yang sama denganku
Kalian tidak memiliki ikatan darah denganku
Tapi telah mengikat emosionalku bersama kalian
Mampu mengajak sedihku berevolusi menjadi bahagia
Mampu membebaskan sendiriku bersama dunia kalian


Terkadang kita tidak berjalan bersama
Terkadang amarah kita saling beradu
tanpa ada yang terkalahkan
Terkadang kita saling melupakan
dan tidak mau tahu
tapi kita selalu bertemu di persimpangan yang sama
dan kembali menjelajah dunia dengan kekuatan kita
karena kalian tidak pernah pergi




Terima Kasih Sahabat






















Selasa, 31 Mei 2011

Waktu




Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.
Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim. Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.
Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.

Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.
Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang?Tapi jika di dalam pikiranmu haru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.

~Kahlil Gibran dalam Zainurie~
Sabtu, 28 Mei 2011

Meneropong Sinergisitas Peran Guru, Fasilitator, dan Orang Tua dalam Dunia Pendidikan


Pendidikan merupakan salah satu proses untuk membentuk insan yang memiliki bekal ilmu pengetahuan yang luas, serta mampu mengaplikasikannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan diharapkan mampu memproduksi generasi penerus yang memiliki skill sesuai bakat dan minat masing-masing individu, disamping itu melalui pendidikan diharapkan mampu menyeimbangkan tumbuh kembang nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas anak didik, sehingga dapat dihasilkan manusia yang berintelektual tinggi dengan buffer nilai-nilai moral untuk membentuk pribadi yang luhur, mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Seiring perkembangan zaman dan dinamisasi kondisi pendidikan dari waktu ke waktu membawa perubahan proses dan orientasi pendidikan yang tidak lagi sesuai hakikat awalnya. Pendidikan di Negara kita mengalami proses dehumanisasi, melihat semakin terabrasinya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Dewasa ini banyak kasus yang muncul ke permukaan yang dapat membuktikan degradasi peran pendidikan dalam nilai-nilai moral dan kemanusiaan, yaitu salah satunya kasus korupsi telah menjadi wabah yang mengakar dalam budaya bangsa Indonesia. Para intelek bangsa yang merupakan buah hati pendidikan, yang diharapkan mampu membenahi nasib golongan bawah pada akhirnya meraup hak rakyat. Saat ini, dunia pendidikan memerlukan renovasi dan reformasi secara massif, yaitu perubahan nyata gagasan dan tindakan ke arah pendidikan yang berbasis kemanusiaan atau pendidikan yang humanis.
Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia terlalu kompleks seperti benang kusut yang susah untuk diurai benang merahnya. Berbagai pengamat pendidikan memberikan bermacam-macam pandangan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan peliknya permasalahan pendidikan seputar devaluasi humaniora pendidikan di Negara kita, mulai dari kekerasan dalam dunia pendidikan, pergeseran peran guru dan orang tua, hingga kapitalisme pendidikan. Problem pendidikan yang kerap terjadi membutuhkan peran aktif berbagai pihak untuk menyelamatkan pendidikan, bukan hanya menunggu kontribusi pihak tertentu saja. Sederetan permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan tentu tidak mungkin akan terselesaikan secara berbarengan sekaligus, harus ada prioritas utama dalam menentukan langkah pertama sebagai starting point dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan yang lain. Disinilah peran guru, fasilitator, dan orang tua harus dikembalikan pada posisinya semula, mempertimbangkan dalam dunia pendidikan peran mereka begitu besar dan begitu nyata.
Guru dan orang tua merupakan aktor utama dalam mengarahkan dan membimbing anak-anak dalam meneropong cita-cita sesuai bakat dan minat masing-masing individu. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi dalam konteks tersebut adalah posisi antara guru, orang tua, dan murid adalah sama, masing-masing hendaknya berperan sebagai subjek pendidikan. Kesetaraan posisi ini untuk meminimalisasi adanya persepsi bahwa anak-anak adalah objek pendidikan, sehingga baik guru maupun orang tua, mampu  mengarahkan anak panah bakat dan minat anak-anak tepat pada titik tengah sasaran cita-cita mereka, bukan hanya memaksakan buah pikiran guru atau orang tua. Kesetaraan posisi akan mengembangkan sikap pro aktif masing-masing pihak dalam proses pendidikan, baik guru, orang tua, maupun anak-anak yang merupakan pelaku utama dari implementasi pendidikan. Sinergisitas peran guru dan orang tua sangat diperlukan dalam mengembangkan pendidikan guna mencetak generasi yang cerdas, bukan hanya cerdas secara kognitif, namun juga cerdas dalam aspek emosional, sosial, dan kesadaran diri menyoroti realitas masyarakat yang dinamik. Guru memiliki peran dalam lingkup formal yaitu lingkungan sekolah, sedangkan orang tua beraksi dalam lingkup keluarga dan kehidupan sosial. Kemauan dan tekat memperoleh pendidikan harus ditanamkan orang tua kepada anak-anak, bukan sebaliknya  mengeksploitasi anak untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Kasus ini sering terjadi pada golongan masyarakat ekonomi lemah dan masyarakat yang bertempat tinggal di pelosok desa, Faktor penyebabnya adalah kapitalisme pendidikan yang semakin merebak dan rendahnya kesadaran pendidikan. Fasilitator dalam hal ini memainkan peran penting yaitu memperlancar dan menunjang proses pendidikan, terutama bagi kalangan masyarakat ekonomi lemah dan masyarakat pelosok. Fasilitator pendidikan dimainkan oleh pemerintah selaku pihak pengatur dan penyelenggara pendidikan. Subsidi bantuan pendidikan akan meringankan masyarakat untuk menempuh pendidikan dan mampu mendorong peningkatan pendidikan. Peran antara guru, fasilitator, dan orang tua harus saling komplementer dan mendukung secara pro aktif, tidak bisa renovasi dan reformasi dalam pendidikan hanya mengedepankan salah satu peran saja.
Hakikat peran guru dalam proses pendidikan bukan hanya sebatas transfer ilmu dari guru kepada murid, tapi memiliki peran yang lebih vital dalam mencetak manusia berintelektual dan berkepribadian. Peran guru dalam dunia pendidikan meliputi 3P, peran sebagai pendidik, pengajar, dan pengarah.
·        Peran guru sebagai pendidik yaitu peran guru dalam menanamkan nilai-nilai humaniora, sosial, dan budaya bangsa. Sosok yang berkepribadian dan berjiwa sosial, serta memiliki kesadaran terhadap kondisi di sekitarnya merupakan bentuk transformasi nilai-nilai luhur yang disuntikkan dalam proses pendidikan. Produk pendidikan dalam ruang tanggung jawab guru sebagai pendidik adalah generasi penerus yang sadar peran dan posisinya di dalam lingkungan sosial.
·        Peran guru sebagai pengajar yaitu mentransfer prinsip-prinsip dan konsep-konsep ilmu berdasarkan berbagai disiplin. Output dari proses pendidikan dalam konteks pengajaran adalah manusia yang memiliki intelektualitas yang tinggi dan skill dalam mengimplementasikan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.  
·        Peran guru sebagai pengarah yaitu fasilitator dalam mengarahkan bakat dan minat anak didiknya untuk mencapai cita-cita. Setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Beberapa manusia lebih menonjol pada kemampuan otak kiri dan beberapa juga hanya menonjol pada kemampuan otak kanan. Guru harus lebih jeli dalam mempergunakan kacamata mereka terkait pengarahan anak didik sesuai bakat yang dimiliki.
Berbeda dengan peran guru yang identik dengan transfer berbagai disiplin ilmu kepada anak didik, peran orang tua memiliki peran yang jauh lebih dekat dan besar dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak di dalam sebuah lingkungan keluarga dan sosialnya. Orang tua merupakan guru kehidupan yang pertama kali dikenal oleh seorang anak mulai dari kelahirannya ke dunia. Namun, bukan hanya sekedar investor nilai-nilai kerpibadian, sosial, dan humaniora saja, orang tua memiliki peran yang besar dalam pembentukan emosional. Peran orang tua dalam proses pendidikan meliputi 3P, pendidik, pengarah, dan pendukung.
·        Pendidik, orang tua berperan dalam penanaman nilai-nilai moral, sosial, dan humaniora seorang anak sebagai calon generasi penerus. Orang tua merupakan sosok pertama yang berkontribusi dalam pembentukan kepribadian dan karakter manusia.
·        Pengarah, orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam mengarahkan bakat dan minat anak-anak untuk meraih dan menentukan tujuan hidup dan cita-cita mereka. Orang tua tidak bisa memaksakan dan mendoktrin tujuan dan keinginannya pada anak-anak, minat dan antusiasme anak pada suatu bidang ketrampilan atau disiplin ilmu seharusnya lebih diarahkan agar dapat berkembang.
·        Pendukung, orang tua memiliki andil besar dalam kondisi emosional anak. Peran orang tua menjadi seorang supporter bagi perkembangan anak akan sangat membantu dalam kondisi emosional mereka. Ketika anak-anak mengalami kegagalan dan kesalahan, orang tua harus menerima dan menjadi evaluator bagi anak, karena kegagalan dan kesalahan merupakan salah satu dari proses belajar. Kondisi seperti ini akan membentuk pribadi anak yang lebih kuat emosionalnya dan lebih percaya diri memandang masa depan.
Peran guru dan orang tua tidak terlepas dari peran fasilitator atau pemerintah dalam menyelenggarakan berbagai fasilitas pendidikan, mulai dari sarana dan prasarana belajar sampai penetapan kurikulum dan sistem pendidikan. Pemerintah sebagai fasilitator dalam menunjang kegiatan pendidikan dengan fasilitas gedung sekolah, buku-buku pembelajaran, sarana pendukung laboratorium sekolah, hingga Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi masyarakat ekonomi lemah. Pemerintah juga berperan dalam penyusunan kurikulum dan penetapan sistem pendidikan secara sentral yang kemudian diaplikasikan ke sekolah-sekolah di seluruh daerah.
Sinergisitas  peran masing-masing pihak, baik guru, fasilitator, dan orang tua memang sangat penting dalam memperbaiki mutu pendidikan. Namun, besarnya peran-peran tersebut pada realisasinya di masyarakat tidak dapat berjalan sesuai analisis dan harapan. Kenyataan yang berkembang menunjukkan minimnya sinergisistas dan keselarasan peran antara guru, fasilitator, dan orang tua dalam dunia pendidikan. Permasalahan mengenai kesejahteraan guru, alokasi bantuan pendidikan, mutu dan kualitas pengajar, kekerasan dalam pendidikan, merosotnya moralitas produk pendidikan, kondisi sarana dan prasarana yang masih memprihatinkan, khususnya di daerah-daerah pelosok, serta kapitalisme dan komersialisme pendidikan formal, mendeskripsikan kurangnya sinergisitas peran antara guru, fasilitator, dan orang tua. Dewasa ini beberapa permasalahan tersebut mampu diselesaikan, hingga akhir tahun 2009 peran fasilitator mulai bersinergi dengan peran guru dan orang tua dalam meningkatkan pendidikan. Bantuan Operasional Pendidikan (BOS) dari pemerintah telah membantu meringankan beban para orang tua untuk memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak, sehingga dorongan untuk memperoleh pendidikan semakin besar bagi golongan ekonomi lemah. Jaminan kesejahteraan guru juga telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah yaitu dengan peningkatan gaji guru yang telah mendapat sertifikasi, sehingga diharapkan dengan jaminan kesejahteraan yang diberikan dapat mendorong profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.
Tidak banyak juga permasalahan pendidikan terkait sinergisitas peran guru, fasilitator, dan orang tua yang telah menemukan jalan keluar. Ketika di beberapa daerah guru masih bersemangat mendidik dan menghantarkan harapan anak-anak, namun bangunan sekolah dalam kondisi memprihatinkan yang  sewaktu-waktu bisa roboh, peran pemerintah sebagai fasilitator menguap. Pemerintah lebih antusias untuk memperluas dan membangun gedung DPR dibandingkan mengalokasikan dana tersebut untuk memperbaiki kondisi bangunan sekolah di beberapa daerah. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Fakta yang berkembang mencerminkan tidak adanya sinergisitas peran fasilitator dalam merealisasikan peran guru sendiri. Kapitalisme dan komersialisme pendidikan pun semakin berkembang, terutama dalam memperoleh mutu pendidikan yang berkualitas. Pendidikan sudah berevolusi seperti barang dagangan, terutama pendidikan di tingkat SMA dan perguruan tinggi, bagaimana nasib anak-anak dari kelompok ekonomi lemah?. Disini tampak potret sinergisitas peran pemerintah dalam mendorong peran orang tua untuk memperjuangkan pendidikan anak-anaknya semakin meluntur. Kekerasan yang dilakukan guru kepada murid telah menjadi lukisan yang biasa dalam proses pendidikan. Guru menganggap murid adalah mesin dan mentransfer ilmu dengan caranya sendiri. Padahal pada hakikatnya peran guru lebih besar daripada sekedar menjejali murid dengan ilmu. Guru juga memikul tanggung jawab untuk mencerdaskan nilai-nilai moralitas dan emosional murid, bukan hanya ilmu dan pengetahuan. Jika guru saja dapat dengan mudah melakukan kekerasan pada murid, bagaimana cetak produk murid suatu saat nanti melihat realitas teladan mereka seperti itu wajahnya?. Kondisi formal sekolah membutuhkan suasana nyaman dan aman bagi murid untuk menjalani proses pendidikan, bukan penekanan mental mereka. Parahnya kondisi seperti ini, seperti dibekukan oleh pemerintah dengan berbagai macam perubahan sistem pendidikan dan kurikulum.
Kondisi pendidikan di Negara kita masih memprihatinkan dan membutuhkan kontribusi berbagai pihak terkait dalam memecahan masalah tersebut. Pendidikan merupakan jalan keluar untuk memperbaiki dan membangun kondisi bangsa, tapi tentu saja dengan pendidikan yang benar-benar berkualitas. Kegagalan pendidikan bukan berarti menyerah dengan kondisi yang ada dan membiarkan kondisi yang semrawut semakin berlarut-larut. Renovasi pendidikan harus dimulai dari sekarang, peran masing-masing pihak direvitalisasi dan dikembalikan sesuai posisinya. Beberapa alternatif pemecahan masalah dapat diupayakan dalam memperbaiki pendidikan di Negara kita dengan menggunakan pendekatan peran guru, fasilitator, dan orang tua, meskipun tidak seluruhnya dapat direalisasikan secara total. Secara garis besar dapat diberikan dua solusi untuk mengatasi permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain:
1.         Solusi dengan memperbaiki sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Peran pemerintah sebagai fasilitator berfungsi dalam konteks solusi sistemik tersebut, mungkin salah satunya adalah dengan alokasi dana APBN sebesar 20% untuk program pendidikan yang telah dianggarkan oleh pemerintah. Namun, yang perlu dipertanyakan adalah benarkah alokasi 20% tersebut benar-benar tersampaikan bagi pendidikan masyarakat?, karena meneropong dengan lebih jeli lagi bahwa kondisi sarana dan prasarana pendidikan di beberapa daerah masih sangat memprihatinkan, terutama bangunan sekolah. Kapitalisme dan komersialisme pendidikan di beberapa lembaga pendidikan yang berkualitas pun semakin sering terjadi.  Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada.
Pemerintah sebagai sentral penetapan berbagai kebijakan pendidikan seharusnya lebih teliti dalam mengalokasikan dana pendidikan, sehingga bantuan tersebut tidak terkonsentrasi pada beberapa lokasi sekolah saja. Data-data seluruh sekolah diperlukan untuk melakukan survey dan observasi kondisi sarana dan prasarana yang perlu diperbaiki. Selain mengalokasikan dana pendidikan, pemerintah bertindak juga dalam monitoring, controlling, dan evaluation dari realisasi alokasi dana pendidikan yang dibagikan ke lembaga-lembaga pendidikan untuk meminimalisasi penyimpangan aliran dana.
2.      Solusi teknis dan praktis, yaitu solusi yang menyangkut hal-hal teknis terkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru, menurunnya nilai-nilai humaniora dan moralitas anak didik, sering berganti-gantinya sistem pendidikan di Indonesia, dan kekerasan dalam pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru dapat diselesaikan dengan pemberian beasiswa pendidikan S2 atau S3 untuk menunjang kapasitas pendidikan dan pengajaran yang lebih tinggi, atau dengan pemberian pelatihan baik yang berkaitan dengan peningkatan skill dalam memberikan pendidikan dan pengajaran maupun yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang akan disampaikan kepada anak didik.
Perubahan paradigma mengenai peran guru yang berkembang yaitu mentransformasikan ilmu dan pengetahuan kepada anak didik, karena peran guru lebih dari sekedar fasilitator dalam mencerdaskan kognitif anak didik, namun juga mencerdaskan nilai-nilai moral, humaniora, dan sosial anak didik. Peran orang tua juga besar dalam menyembuhkan penyakit krisis nilai-nilai moralitas, humaniora, dan sosial anak-anak, sehingga dibutuhkan sinergisitas peran guru dan orang tua dalam menyelesaikan masalah ini. Di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan yang lain bisa diterapkan melalui pendidikan agama dan pancasila, namun bukan hanya sebatas materi yang dicekokkan kepada anak didik, dibutuhkan pula praktek-praktek secara langsung dalam realitas sosial masyarakat.
Setiap pergantian menteri pendidikan, berganti pula sistem pendidikan yang diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan formal. Selain itu, sistem pendidikan dan penetapan kurikulum masih bersifat sentralistik, yang belum tentu bisa diaplikasikan di seluruh sekolah. Adanya standard baku dalam proses pendidikan memang bagus dan memang diperlukan, namun kebijakan yang ditetapkan hendaknya mengacu pada kondisi pendidikan yang ada. Dalam hal ini, dibutuhkan pula peran guru dalam membimbing dan mengarahkan anak didik agar dapat mengikuti dan beradaptasi dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kekerasan anak didik oleh guru dalam dunia pendidikan pun masih sering ditemukan. Sebenarnya guru tidak perlu melakukan kekerasan untuk membentuk anak didik yang patuh pada peraturan sekolah dan proses pendidikan. Guru perlu menyampaikan secara dua arah dengan anak didik dan membuat anak didik paham dan sadar pada kesalahannya.
Pada realisasinya memang susah menerapkan dan mengaplikasikan ide dan gagasan dalam dunia nyata, namun bukan berarti perbaikan kondisi pendidikan di Indonesia itu tidak mungkin. Sekali lagi dibutuhkan sinergisitas peran berbagai pihak yang terkait, antara lain guru, fasilitator, dan orang tua, dalam memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan pintu gerbang untuk membangkitkan dan memperbaiki kondisi Negara, seperti kata-kata Pater Jendral Jesuit Nicolas Adolfo, S.J.Pendidikan yang baik bagi kaum muda merupakan usaha baik untuk merubah dunia”. Jadi, jangan pernah menyerah untuk memperbaiki dunia pendidikan kita. Pada akhir tulisan ini, saya mengutip  suatu kalimat yang disampaikan oleh Pater Jendral Jesuit Nicolas Adolfo, S.J.  yaitu In education, we make people different…Our Schools are not competitors for top schools, but to make people who look differently at reality and at themselves.” 


 
Copyright 2009 Padang Mimpi