Senin, 22 April 2013

Jarak

     Jarak, tak selalu mendekatkan seseorang yang berada di depan mata dan tak melulu menjauhkan dua orang yang dibatasi berkilo-kilometer perjalanan. Bukan sekadar masalah canggihnya alat komunikasi ataupun hebatnya transportasi zaman sekarang yang hanya butuh hitungan menit untuk mencapai suatu kota dari kota yang lain. Ini perkara hati, mengenai kepercayaan dan keyakinan pada suatu perasaan yang tak mampu untuk dideskripsikan seperti halnya kita mendeskripsikan manisnya gula atau asinnya garam secara ilmiah. 
      Bayangan bulan yang menembus ke dalam indra penglihatanku, barangkali juga telah merasuki indra penglihatanmu. Angin yang menyapa epidermis kulitku, mungkin juga angin yang sama yang menyakiti pori-pori kulitmu. Mentari yang merenda pagi di jendela kamarku, tentu mentari yang sama yang menyembul di balik pintu rumahmu. Maka nikmatilah bulan, angin, dan mentari, seperti halnya aku mengilhami mereka di tempat yang tak sama lagi denganmu. Kamu akan menemukan satu hal yang menyatukan kita dalam ruang yang berbeda, Cinta.
       Jika tiba-tiba rindu memboikotmu hingga tersungkur, tutup kedua matamu, rasakan angin yang berdesir melewati helai rambutmu, nikmati hangat mentari yang menyusup dibalik kulitmu, doa dan cintaku turut hadir bersama desir angin dan hangat mentari. Namun, jika suatu hari kamu lelah pada jarak, pada ketidaknyataan cinta melalui desir angin dan hangat mentari, maka tak perlu berpamitan padaku. Aku dapat merasakan ketidakhadiranmu melalui angin dan mentari, karena ucap pisah hanya akan memancing lelehan kelenjar air mataku, biarkan aku paham dengan sendirinya melalui desir angin dan hangat mentari bahwa kamu tak lagi ada di sana bersama cinta.

~untuk seseorang yang masih belum lelah menungguku~





 
Copyright 2009 Padang Mimpi