Minggu, 30 Maret 2014

Dear Kalian, Saudara

        Hari tak bisa lagi ditawar, begitu pula detik yang memburu, waktu sedang menghitung mundur. Lembayung sore menyipit, dikejar malam dan gelap, suatu waktu nanti aku tak akan dapat lagi menikmati adegan dramatis ini di depan teras bersama kalian. Kalian yang selalu berhasil menyembuhkan pesakitan ini dari masa lalu, kalian yang selalu berhasil meleburkan aku dalam tawa, kalian yang selalu berhasil menawan rindu tentang rumah dan bau laut, kalian yang akan selalu berhasil menguapkan sedih tentang banyak hal. Tapi inilah hidup, tentang menerima dan melepas, tentang datang dan pergi, tentang pertemuan dan perpisahan. Empat bulan sudah lebih dari cukup untuk menamparku bahwa keluarga tak melulu tentang pertalian darah, tapi tentang ikatan yang tak mampu dijabarkan hanya dengan menggunakan sepenggal rantai basa nitrogen dalam DNA. Banyak hal yang ingin aku luapkan kepada kalian, tapi bibir kelu. Kalian yang telah beradu dalam duniaku yang sekejap: 

  • Idha Pristyani 
Terima kasih telah menjadi teman yang tak hanya dalam suka tapi juga duka. Terima kasih selalu cerewet ketika aku malas menggosok gigi, malas bersih-bersih, malas mandi, dan malas makan siang. Terima kasih telah memberiku kegilaan yang tak bertepi, mendongengiku tentang pengalamanmu menaklukkan banyak gunung. Terima kasih telah menjadi tempat sampahku ketika aku sedih, ketika aku terpuruk. Terima kasih untuk banyak hal yang mau kamu bagi denganku. Terima kasih untuk momen perpisahan yang membuatku merasa berarti. Terima kasih untuk kado perpisahan yang kembar dengan Gadis Di Ujung Gedung B9.A. Maaf untuk sendawa yang belum juga sembuh, untuk kamar mandi kotor yang cuma sempat sekali aku bersihkan, untuk alarm yang selalu berteriak di tengah malam sampai berjam-jam. 
  • Restya 
Terima kasih telah menjadi reminder paling setia ketika aku lupa kewajibanku sebagai seorang muslimah, shalat. Terima kasih telah menjadi orang paling khawatir pada aibku dan telah mengepelkannya untukku(merah di lantai kamar mas bram. Terima kasih telah berbagi cerita kepadaku. Maaf untuk moodku yang tiba-tiba cuek dan jutek, maaf telah menyebarkan fakta tentang kamu dan R***t hahaha, maaf untuk banyak hal yang pernah menyakitimu. 
  • Mas Bram Hariartono 
Terima kasih telah mengijinkanku dan menemaniku untuk menonton Ubay yang sangat ganteng dan keren setiap jumat. Terima kasih untuk ejekan dan candaanmu yang berhasil membuatku naik darah. Terima kasih untuk bimbingannya selama bekerja. Terima kasih untuk kamar mandi yang suka sekali aku pakai ketika antrian di kamar mandi pribadiku sedang panjang merayap. Terima kasih telah banyak makan jajananku. Terima kasih yang telah bersusah payah membantuku memperoleh tiket kereta api untuk ke Yogyakarta. Terima kasih untuk banyak hal yang aku sendiri pun lupa untuk mengingatnya. Maaf telah banyak meninggalkan gelas kotor di wastafelmu, meninggalkan remah-remah makanan di lantaimu. Maaf selalu bernyanyi sepanjang pagi di Ruang Staf. Maaf telah menjadi gadis yang merepotkan selama bareng-bareng. 
  • Mas Dian 
Terima kasih telah menjadi kakak yang hobi mengejekku dan menertawaiku ketika aku jatuh dari kursi. Terima kasih selalu menjegal kakiku ketika jalan bareng-bareng. Terima kasih telah sabar memberiku ilmu dan bimbingan. Terima kasih telah menjadi orang yang selalu mengomentariku ketika bernyanyi. Terima kasih telah menjadi kakak yang galak minta ampun. Terima kasih untuk bak yang telah berhasil membuatku basah kuyup di malam hari. Terima kasih untuk banyak momen dan kegilaan yang membuatku tertawa terbahak-bahak. Maaf pernah membuat kandangmu kekurangan pakan. Maaf karena suka iseng menggodamu ketika asik ngobrol dengan cewekmu di handphone. Maaf untuk banyak hal. 
  • Mas Setyo 
Terima kasih telah menjelaskan banyak hal ketika aku baru saja menginjakkan kaki di tempat ini. Terima kasih telah menjadi kakak yang paling sabar dan paling baik. Terima kasih telah banyak membantuku selama bekerja. Terima kasih telah menjadi orang yang paling mengasihiku ketika mas bram dan mas dian bernafsu mengejekku. Terima kasih telah mempersiapkan perpisahan yang sangat berarti. Maaf karena sering membuat jengkel. Maaf karena sering merepotkan. 

      Biarkan untuk sekali ini aku menjadi dramatis bersama ketidakadaanku bersama rutinitas kalian. Semoga tali ini tidak putus begitu saja seiring kekosonganku di antara kalian, semoga kita tidak akan menjadi asing satu sama lain karena ruang dan waktu yang tak lagi sama. Aku sayang banget sama kalian semua. Terima kasih telah menerimaku dengan apa adanya diriku. 


 Dari yang akan selalu merindukan kalian 


 R.A. Safia

Selamat Tahun Baru

Jejak mengais kisah dan langkah. Bumi semakin renta, begitu pula setiap orang yang sedang berpesta pora dalam kawanan kembang api. Bulan demi bulan mengusung cerita yang kadang bernama kadang tak bernama, kadang berpendar kadang meredup. Tahun semakin keropos, dunia sudah mengalami osteoporosis, menanggalkan apapun yang dikandungnya, entah rasa, atau raga barangkali. Aku, kamu, dan kita semua tepat berada di penghujung tahun. Detik berjalan melambat, seluruh mulut bergumam dan menghitung mundur 5-4-3-2, sebelum angka satu mengakhiri bilangan 2013, mantra dan doa telah diaminkan dengan khidmad, dengan khusyu. Tahun yang baru terlahir, membunuh tahun yang lama, semacam seleksi alam. Datang dan pergi, lahir dan mati adalah hal yang lumrah, tapi seluruh kisah dan cerita tak mungkin menguap, ataupun melebur. Selamat Datang Tahun Baru, semoga aku, kamu, dan kita semua menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Amin ~Bandung, 01 Januari 2014~

Selamat Hari Ibu

Gerimis menawarkan lapak yang sering terabaikan ketika waktu hanyalah seperangkat deadline kerja. Tak ada kesempatan untuk merenda nostalgia, untuk menyisihkan sedikit ingatan tentang rupamu yang makin keriput, dan untuk bercengkerama dalam radius ratusan kilometer denga suara parau menahan rindu. Gerimis menyulam sepaket rindu yang getir, yang ingin meluap dan meledak, tapi tertahan oleh jarak. Tiba-tiba ruangan jadi pengap, penuh sesak oleh kenangan dan ingatan. Pelataran rumah yang ditumbuhi rumput liar, engkau jongkok dan memangkasinya dengan garang, aku menikmati punggungmu yang bergerak-gerak dan jilbabmu yg menjuntai ke tanah. Tangan keriputmu menyimpan harap yang tak terucap, melambaikan tangan dan melepasku pergi. Delapan tahun kita mengurai cerita dan kisah di dua tempat yang berbeda, kita punya telepati. Rahimmu menyusupka pelet paling mujarab di dunia, memancing rinduku semakin menggebu. Ibu, aku meraup harap yang tak pernah kau ucap. Aku merangkul cita yang enggan kau pinta. Aku hanya ingin meretas pekat dalam hidupmu, aku hendak memagut gelap yang mengerumuni kisahmu. Semua yang kuupayakan hanyalah untukmu ibu, SELAMAT HARI IBU, terima kasih untuk kesempatan hidup, untuk masa pertumbuhan yang kau sulam untukku, untuk pengorbanan yang tak akan pernah bisa aku ganti. ~Bandung, 22 Desember 2014~

Sebuah Perpisahan

Segelas capuccino blanded menggerayangi kerongkonganku, kental, dingin, dan pilu. Duduk seorang diri dan memunguti perpisahan demi perpisahan yang kita usung. Sedih? pasti! Tak perlu kau ucapkan pertanyaan retoris itu, tapi pertemuan selalu dibayar dengan perpisahan, entah cepat atau lambat. Stasiun makin ramai, penuh sesak oleh manusia yang memulai sebuah pertemuan sebelum dijangkiti perpisahan, atau barangkali mereka pun sedang dirambati sedih karena perpisahan sedang memburu mereka. Inilah perbatasan dunia kita, kamu menjemput perjalanan barumu, aku melanjutkan perantauanku yang entah akan berbelok ataukah tetap lurus. Barangkali saat ini, kamu sedang menawan air mata yang enggan kau pecahkan secara membabi buta, aku pun sepertimu, kita sedang belajar menjadi kuat, belajar mensyukuri hidup, termasuk sebuah perpisahan. Kamu, kamu, dan aku adalah lakon dari teater kehidupan, kita punya peran dan alur atas latar masing-masing. Terima kasih untuk sayang dan cinta yang mampu menembus dimensi ruang dan waktu yang berbeda, terima kasih sahabat.
 
Copyright 2009 Padang Mimpi