Dan disinilah aku
hidup, dalam sebuah planet yang rutin berotasi 23 jam 56 menit 4 detik
dan rajin berevolusi 365¼ hari. Kemudian aku berpikir, bagaimana aku
memupuk diri hingga kesempatanku bernafas telah berkurang 22
tahun?bagian otak kiriku reflek bekerja menghitung hari yang telah
kuhabiskan dengan bernafas (365 1/4 X 22 = 8.035,5 hari). Barangkali aku
beranjak dengan sedikit keegoisan kemudian memelihara keegoisan yang
semakin subur, entah kapan aku menyadari bahwasannya egoku terlalu
dominan?. Mungkin ketika aku paham bahwa hidup makin sulit, bukan bagiku
tapi tentu saja bagi mereka, bagi kedua orang tuaku. Ketika aku paham
bahwa mereka semakin amnesia terhadap egoisme diri, bagi mereka semua
mimpi mereka terkubur dan melebur ke dalam mimpi anak-anak mereka.
Barangkali keinginan mencium Hajar Aswad ditelan dalam-dalam, dan
dihidupkan dalam mimpi sepanjang malam. Suatu hari aku pernah bertanya
pada ibu seusai shalat tahajud, "Apakah keinginan terbesar ibu?kelak
akan kuwujudkan keinginan itu dengan sempurna". kemudian ibu
memandangiku seraya mencium pipiku "jadilah orang yang sukses, bukan
hanya untuk dirimu, untuk ibu, atau untuk bapak, tapi juga untuk
orang-orang sekitarmu?jadilah apa yang kau inginkan nak, maka itulah
keinginan terbesarku, itulah kesempurnaan bagi ibu". Padahal setiap
bulan haji datang, ibu selalu berkaca-kaca memandang di layar televisi,
terhipnotis dengan ka'bah, tapi ibu akan tetap mengumpulkan selembar
demi selembar uang kartal untuk cita-citaku bukan untuk memenuhi
keinginannya berangkat haji.
Dan disinilah aku hidup,
menghirup oksigen dengan tambahan sedikit karbondioksida, agaknya bumi
menjalani khemoterapi, semakin gundul dan kritis. Aaaah barangkali umur
bumi tak mampu menjangkau masa revolusinya atau bahkan tak sempat
menjalani periode rotasinya atau ternyata usiaku lah yang terlalu
kelelahan mengejar periode perputaran bumi. Suatu saat aku akan
menjalani seleksi alam dan suatu waktu nanti aku akan mengalah pada
takdir, tak ada lagi kesempatan untuk menghembuskan nafas. Dan apa yang
telah kuperbuat untuk orang-orang sekitarku??aku takut menimbangnya, aku
takut bahwa ketidakbaikanku lebih berat berjuta-juta ton dibandingkan
kebaikanku. Maka jangan lagi menilai kesempurnaan sikap dari cermin
sendiri, tapi nilailah kesempurnaan sikap dari cermin orang-orang
sekitar. Berbagilah dan bangunlah kebahagiaan untuk orang-orang sekitar,
dan senyum merekalah yang sebenarnya menjadi sebuah kesempurnaan.
Sebelum nafasku ditarik dan detak jantungku dihentikan, barangkali aku
ingin sukses membahagiakan orang-orang di sekitarku, inilah sebuah
kesempurnaan.
0 komentar:
Posting Komentar